Cross Cultural Understanding

Cross Cultural Understanding

CultureWest Side is taking action to remind its latest residents that they are welcome and their culture is essential.

Dalam penelitian Chapdelaine (2004) ditemukan bahwa tingginya kesempatan untuk berinteraksi dengan penduduk asli berhubungan dengan rendahnya culture shock. Interaksi akan lebih sulit untuk dilakukan apabila seseorang tidak memahami bahasa pengantarnya dengan baik. Oleh karena itu, penguasaan bahasa yang baik menjadi syarat penting untuk mengatasi culture shock. Jadi disarankan bagi individu untuk menguasai bahasa pengantar di negara tersebut untuk menghindarkan individu dari kondisi culture shock. Chapman, A. 2005. Culture Shock and the International Sutdent Offshore”. Journal of Research in International Education, four, 23-forty two.

Bagi Stolley, High Culture adalah manifestasi komponen materials dan non material budaya yang dikaitkan dengan elit sosial. Jadi, dapat dikatakan jika kita membicarakan mengenai budaya tinggi (high culture) asosiasi kita tertuju pada manifestasi budaya yang dilakukan kalangan elit masyarakat. Misal dari manifestasi tersebut adalah musik klasik, galeri seni, pertunjukkan opera, literatur filsafat atau ilmiah, produksi anggur, atau jamuan-jamuan makan. Popular Culture tidaklah identik dengan Mass Culture, kendati Mass Culture dapat menghegemoni” in style culture menjadi sekadar komoditas dagangan. Lewat pendapat Macdonald yang dicuplik di atas, Mass Culture adalah dirancang dari atas” oleh kaum bisnis-industrialis yang mengkomersialisasi budaya -baik folk culture, excessive culture- guna menghasilkan uang dan dapat dipasarkan secara luas. Sedangkan penelitian Lin (2007) menemukan bahwa keterlibatan individu dalam berbagai organisasi akan sangat membantu individu untuk mengatasi culture shock dengan memberikan dukungan sosial dan memampukan individu untuk melakukan penyesuaian budaya.

Bentuk dan makna yang mengandung langkah-langkah perenang buta, ke dalam dunia pemaknaan yang disusun penyair sebagai dunia yang membatalkan, dunia yang mengaburkan, dunia yang mendalamkan dirinya ke dalam permainan benda-benda kecil yang menghidupkan identitas sang perenang buta. Sehingga pembaca disodori sebuah kompleksitas makna dalam rentetan pertanyaan pada puisi: apa dan mengapa perenang buta itu di sini. Kita bicara soal people culture tatkala membahas resep kue dari nenek, bagaimana merawat bayi dengan membedong”, menaruh gunting dan bangle di bawah bantal bayi (termasuk sapu lidi), dan sejenisnya. Folk culture berkembang turun-temurun hampir tanpa nuansa komersialisasi.

d.2. Penyesuaian sosial: Dalam hal ini, culture shock terjadi karena individu tidak memiliki pemahaman budaya yang cukup untuk ia dapat berinteraksi dengan baik dengan warga lingkungan baru. Individu juga memiliki identitas kultur yang begitu besar sehingga menyulitkannya untuk beradaptasi dengan kultur yang baru. Kegiatan di Indonesia akan dilaksanakan di Yogyakarta dengan mengkampanyekan STOP KEKERASAN TERHADAP LESBIAN, BISEKSUAL & TRANSGENDER. Selain itu, dalam kegiatan ini akan disosialisasikan pula tentang Prinsip-Prinsip Yogyakarta (Yogyakarta Principles) yang dibuat oleh para ahli hukum dan HAM dari banyak negara termasuk Indonesia. Prinsip-Prinsip Yogyakarta ini adalah tatanan Hak Asasi Manusia yang mengatur tentang prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia terkait dengan keragaman orientasi seksual dan identitas gender. Prinsip-Prinsip Yogyakarta dibuat di Yogyakarta pada tahun 2006. Gaw, K.F. 2000. Reverse Culture Shock in Students Returning from Overseas. International Journal of Intercultural Relations, 24, eighty three-104.

Comments are closed.