Customer adalah seseorang yang membeli suatu barang atau jasa secara berlanjut atau tetap karena sudah merasa terpuaskan dan tidak mau pindah ke penjual lain.
Lebih lanjut Chapdelaine (2004) mengembangkan penelitian ini dengan melihat hubungan beberapa variable lain dengan interaksi sosial dengan penduduk asli. Ternyata ditemukan bahwa perbedaan budaya antara kultur asalnya dengan kultur baru yang dimasukinya berhubungan positif dengan interaksi individu tersebut dengan penduduk asli yang didatanginya. Semakin besar perbedaan budaya, semakin rendah tingkat interaksi individu dengan penduduk asli negara tersebut. Hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan budaya yang terlalu besar membuat individu kesulitan untuk melakukan interaksi dengan penduduk asli.
Namun, kini audiens dari Tari Pendet memiliki pilihan akibat berkembangnya teknologi media massa. Audiens Tari Pendet kemungkin mengalihkan perhatiannya menganut seni pop, rock, ataupun disco yang disebar lewat media. Tari Pendet kehilangan daya tarik dan kemudian menjadi sekadar High Culture karena kerumitan berpakaian dan gerakan tinimbang musik rock, disco atau pop. Terlebih, musik rock, disco, dan pop didukung oleh industrialis rekaman yang menyebarkan VCD/DVD musik-musik tersebut dengan harga murah (karena bajakan biasanya). Akibatnya, pemuda-pemudi Bali lebih paham musik-musik mass cultureā tersebut tinimbang Tari Pendet yang asli Bali sendiri.
Budaya di masing-masing wilayah Indonesia bertahan secara turun-temurun. Dari orang tua kepada anak, yang bahkan diperkuat dengan pembentukan dewan-dewan budaya daerah. Namun, berkembangnya ekonomi kapitalis lewat proses industrialisasi dan peralihan dari masyarakat agrikultural ke arah masyarakat industri, membuat folks-people culture tersebut menghadapi persaingan. Audiens dari suatu folk culture Indonesia adalah warga primordial wilayah. Misalnya, mereka yang mempraktekkan tari pendet biasanya adalah orang Bali karena unsur-unsur di dalam Tari Pendet kental nuansa ajaran dan tatakrama Bali.
Bila individu bertahan di dalam krisis, maka individu akan masuk pada tahap ketiga. Tahap ini terjadi apabila individu mulai bersedia untuk belajar kultur baru. Pada periode ini, individu mulai memahami berbagai perbedaan norma dan nilai-nilai antara kultur aslinya dan kultur baru yang saat ini dimasukinya. Ia mungkin mulai paham bagaimana cara menggunakan teknologi yang baru, telah mulai menemukan makanan yang lebih cocok dengan lidah dan perutnya, serta mengatasi iklim yang berbeda dll. Ia mulai menemukan arah untuk perilakunya, dan bisa memandang peristiwa-peristiwa di tempat barunya dengan rasa humor.